Cuaca siang ini sangat panas. Cukup banyak mengeluarkan butir-butir keringat sebesar telur cicak, di pinggir-pinggir wajahku. Hari ini adalah hari minggu, aku menggunakan hari libur ini untuk hal-hal yang amat penting bagi masa depanku. Hari ini aku akan memberikan kisah-kisah yang sudahku rancang sejak lama.
Perjalanku terhambat akibat macet. Meskipun aku orang berpunya, aku bukan tipe orang yang suka bepergian dengan supir plus mobil mewah hitam yang biasa dipanggil Mercy, cukup dengan taksi saja.
Kantor itu samar-samar semakin terlihat dekat. Papan yang dipenuhi kata-kata dengan huruf yang amat mencolok dan besar-besar, tertera kalimat “Penerbit Matahari”. Aku mulai menginjakkan kakiku di calon penerbit buku-bukuku. Ku sapu pandangan dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah, pokoknya semua kupandangi denga teliti. Aku masuk dengan wajah penuh semangat
****
Sungguh menyebalkan udah panas, buku ditolak, berangkat macet, pulang sulit nyari taksi, mau dapet cobaan apa lagi aku! Tenangkan diri Lailaaa..Kamu bukan tipe orang pemarah!..Setelah lama berdiri sampai lututku mengeras akhirnya aku memilih pulang dengan bis. Aku berusaha menenangkan diri diperjalanan.
Sebelum aku memasuki rumah aku mencoba menghilangkan kemarahanku dan kejengkelanku, karena kalau orangtuaku tau mereka justru akan semakin menekanku. Orang tuaku memang dari awal sudah tidak setuju jika aku, anak tunggalnya ini, menjadi seorang penulis. Mereka ingin aku menjadi seorang Dokter.
Ayahku, Rahardjo Pratomo, adalah seorang Pejabat tinggi yang adil. Ibuku, Indah Anastasia, adalah guru Ilmu Pengetahuan Alam yang sampai sekarang, walaupun suaminya sudah menjadi pejabat, ia tak malu-malu menjadi seorang guru IPA di sekolah Swasta namun yang high-class. Kami adalah keluarga bahagia meskipun hanya satu keluarga hanya terdiri dari 3 orang. Kami hidup rukun dan sejahtera. Ahh, aku jadi teringat mimpi anehku tentang gigi, yang katanya, artinya orangtua akan ada yang mati, Nonsense!
Aku pelan-pelan menapakkan kaki sambil celingak-celinguk pingin tahu ada orangtua gak di ruang depan. Namun anehnya pintu singhasana yang elite dan lumayan besar itu terbuka dan tadi di depan pagar rumah banyak mobil-mobil wartawan-wartawan TV yang pulang dari sini. Aku tidak jadi berjalan perlahan, namun tanpa ragu, langsung ku berlari masuk. Jangan-Jangannn…….!!
“Bunda….!!”teriakku,”Bunda…Bik Iyaaaah….Ayahhh!!”aku kembali memanggil. Suara sepatu memantul-mantul diruang yang luas ini, aku mencari dimana suara itu berasal. Aku membalikkan badan menemui lawan bicaraku.
“Lailaa…anakku…ayah…ayahhhh…”belum selesai berkata, Bunda matanya sudah berkaca-kaca.
“Kenapa mah…Ayah kenapa??...”tanyaku.
“Ayah kamu nak…ayah kamu…sudah… waktunyaaa… dipanggil Allaaah”ujar Bunda lirih.
“Hemm..hmf..ehhe…Ayahhh..ayahh..AYAHH…”aku berlari memeluk Bunda.
Akhirnya suatu sore yang tidak dinanti-nantikan itu datang juga, kejadian ini sudah tercatat di Lauh AL-Mahfudz sejak tadi. Dimana ajal menjemput sang Ayah, dimana hujan tak juga reda, terus mengalir, seperti air terjun, tiada henti mengalirkan airnya.
****
Kejadian kemarin masih terus terngiang di lingkungan keluarga Bapak Rahardjo. Hari ini di kediaman almarhum diadakan Yasinan. Hampir semua keluarga dari Istri ataupun keluarga Almarhum datang memberikan sekedar pesan, kasih sayang, ataupun memberikan semangat.
Di ruang depan sudah banyak orang yang memenuhi. Terlihat Bu Rahardjo dan anak tunggalnya , Laila Anastasia menerima saliman-saliman tamu serta pelukan hangat dan pesan-pesan yang membangun semangat hidup, tapi juga amat memedihkan. Satu semi satu orang menyelami sisa keluarga Rahardjo mulai dari yang anak-anak sampai tua.
Setelah selesai menyalami tamu, datang juga waktu Yasinan. Semua orang sudah siap memegang Qur’an tapi yang memimpin bacaan dengan Mic bukan Bu Rahardjo karena biasanya yang membacakan adalah dari pihak lelaki. Laila dan Bunda Karen ingiiiin… sekali ikut membaca Yasin tapi ada satu masalah lagi yang membuat mereka tidak bias ikut membaca, sehingga sampai detik terakhir akan membacakan Yasin, Laila dan Bundanya harus mengikuti ejaan yang diberikan utsadz.
****
Memang sejak dulu keluarga Alharhum Bapak Rahardjo beragama Islam dan terkenal loyal, amat berwibawa dan bijaksana. Tapi keluarga ini juga tentu punya kekurangan. Ya memang keluarga Almarhum Bapak Rahardjo semua beragama Islam, tapi Islam yang mana dulu…Banyak warga Indonesia yang beragama Islam tapi ada yang Islam KTP-lah,ada yang percaya takhayul-lah..Macam-macam…
Semenjak acara Yasinan sebulan yang lalu, Laila dan Bunda Karen mulai belajar mengaji dengan Ustadz yang dipanggil untuk memimpin Yasin. Taufiq, nama Ustadz itu.
Sebulan ini Laila pekerjaanya hanya menulis di laptop satu-satunya(yang emang dari dulu sebelum kematian ayahnya cuman satu, kan dia orangnya nggak suka gaya-gaya)lalu sorenya belajar Agama dengan Ustadz Taufiq ,cuma begitu-begitu saja.
Laila sudah memberi tahu bundanya kalau dia ingin menjadi penulis, dan di betul-betul serius dengan profesi yang diinginkannya itu. Tapi Bunda Indah belum bisa menerima sehingga setelah diberitahu Laila dia diam saja. Tapi meskipun begitu Bunda Indah amat sayang sama anak satu-satunya ini.
Hidup Laila dengan Bundanya nggak jauh beda sama yang dulu. Sederhana, as always. Dengan gaji Bunda itu hidup Laila sama saja tidak berbeda dengan yang dulu.
Tapi rencananya minggu depan atau bulan depan Bunda minta pindah rumah ke kompleks yang lebih karena bagi dia, rumahnya ini amat besar bagi keluarga yang anggotanya tinggal dua. Dan juga keluarganya tak mampu menyewa rumah sebesar itu karena sudah tidak ada pejabat lagi disana. Ya..walaupun keluarga Almarhum ini dapet juga sih..Jatah pensiunan dan tabungan yang selama ini disimpan di bank bisa dibilang banyak.
****
Terkabul juga rencana Bunda Laila, sehingga keluarganya sekarang pindah ke perumahan yang lebih sederhana bulan ini.
Sampai sekarang Bik Iyah gak mau juga pulang kampung, padahal Bunda udah bilang berkali-kali “Kalo bibik udah capek gak usah kerja biiik…pulang aja ke kampung!Istirahat” tapi pasti Bik Iyah jawab
” Yan nggak la Bu’..aku tah maunya kerja sama ibu’..ra’ dapet duwi’ yo wora’ popo..seng penteng ngeliat ibu’ karo neng Lela bohogyooo…”
Bulan ini Laila mulai mengerti apa sebetulnya arti iman dan takwa. Bukan haya perilaku atau perangai terhadap sosial atau horizontal, tapi tanpa pendekatan kepada Tuhan kita Allah, dengan sholat dan mengaji ,yaitu yang Vertikal, keimanan seorang mukmin belum sempurna! Kalau Zakat tidak usah ditanya! Sebelum belajar islampun Karen dan Bundanya paling suka memberikan tangan kepada siapa yang menginginkan. Kalau Haji dia dan Bundanya belum siap katanya.
****
Sore lalu Ustadz Taufiq, mengajarkan tentang Hari-Hari besar islam salah satunya adalah Maulud Nabi. Dan Maulud Nabi ini akan terlaksan besok tangal 12 Rabbiul Awwal.
Besok dia akan memberikan novelnya ke salah satu penerbit dan ceritanya kali ini adalah tentang dirinya sendiri pada waktu masih belum mengenal islam sampai mengenal Islam dan juga niatnya mulai besok dia akan memakai jilbab. Malam ini dia ingin izin dulu kepada Bundanya.
“Bunda..Bunda ikhlas gak kalo aku akhirnya jadi penulis…??”Tanya Laila di depan pintu kamar bunda.
“Ya…kalo menurut Bunda kamu bagusan jadi dokter..”jawab Bunda rada’ senga.
“Emang kenapa si Bunnn..ko’ sirik banget…Laila kan pinginnya jadi penulis…!!” rengek Laila jadi katak seorang bayi.
“Kamukan gak bodoh-bodoh amat..Bunda udah salah sihh dari awalll..kenapa waktu kamu kelas 3 Bunda nurutin kamu masuk bahasa…ck”ujar bunda DALEM.
“Ck..Bunda..ko’ gitu sih..inikan termasuk takdir tuhan Laila nyampe’ bisa kayak ginii..bisa nulis novel panjang-panjang begini..bunda gak bisa maksa dong Laila mau kayak gimana nanti!”
“Gak usah bawa-bawa nama tuhan deh la….”balas Bunda. Laila tersentak mendengar ucapan Bundanya ini, belum selesai menelan perkataan Bundanya, Laila mendapatkan satu kalimat lagi yang lebih dalam.
“Kamu itu ya…semenjak tau Islam..malah tambah gak sopan sama Bundanya!!!”ujar Bunda Laila sambl berbalik badan. Laila hanya bisa geleng-geleng sambil mengernyitkan dahi. Dia mau ngomong aja mesti mikir-mikir karena tetesan air matanya udah hampir turun, udah gitu kalau Laila ngomong pasti dia akan gemeteran ngomongnya. Maka akhirnya dia lebih baik bertindak mundur langkah demi langkah yang nanti bakal diterusin lari ke kamar terus nutup muka ke bantal. Melihat ulah anaknya yang kelihatan sakit banget diomongin gitu sama beliau, hati kecilnya berbisik menyatakan dia salah. Akhirnya karena tidak tega Bunda Indah ngomong juga “Ya udah terserahhh ajaaa..!!”kata Bunda setengah tidak ikhlas.
****
Laila lari ke kamar lalu menutup mukanya dengan bantal. Nafas dia tersengal-sengal akibat menangis. Akhirnya isak tangis dia berhenti dia muali masuk dunianya lagi dan mulai berpikir secara logis. Dia mengembalikan kesalahan-kesalahannya ke dirinya sendiri.Ya..mungkin aku memang salah…aku tadi memang sedikit tidak sopan.
Di tengah perasaan yang bercampur aduk itu Laila malah jadi teringat cerita Ustadz Taufiq. Dia membuka bantal yang menutupi wajahnya lalu melihat bintang lalu mendengarkan memori otaknya yang mengulang ucapan Ustadz.“Jika kamu bertemu dengan Rasulullah di dalam mimpi berarti kamu betul-betul bertemu dengannya, karena tidak ada yang bisa berbentuk seperti Rasulullah”. Diam-diam Laila malah pingin banget bisa ketemu Rasul malam ini di dalam mipinya, karena dia pingin banget numpahin perasaanya ini ke seseorang.
Setelah membaca sebelum tidur dia berdoa semoga dia bisa bertemu Rasul di mimpinya malam ini. Sleep tight!
****
Pagi ini muka Laila cerah banget. Dia jadi senyum-senyum sendiri gitu. Pagi ini dia bangun cepet banget. Setelah dia mandi dia mengetuk kamar Bundanya yang biasanya jam segini juga lagi ngaji.Tok!Tok!”Masuk”kata Bunda. Buda Indah tau pasti yang mengetuk anaknya.
“Bunda…Maaf ya tadi malem…”ujar Laila lirih.
“Bunda udah maafin kok..Bunda juga minta maaf ya”balas Bunda pada Laila.
“Gak usah minta maaf,Laila udah denger kook baru aja..”kata Laila dengan muka menggoda, gimanaaa gitu. Bunda jadi bingung.
“Laila tadi juga eee…?? Namanya tadi, yang mulia bilang ada yang dengerin curhat Bunda, itu kamu??”kata Bunda. Laila cukup menjawab dengan mengangguk sambil tersenyum-senyum.
“Kamu boleh jadi penulis..kamu boleh jadi apa aja yang kamu mau!!”kata Bunda denga mantap.
“Bener Bun??”Tanya Laila dengan ekspresi penasaran.
“He eh”kata Bunda.
“Oh..he eh…hmmm..seneng dehh!”,“Kita ketemu beliau Bunn…Kita salah satu sahabat Rasuuulll..”kata Laila sambil memeluk Bundanya. Mata keduanya sudah berkaca-kaca lalu mereka tertawa bersama. Tawa mereka seperti terus mendengung, menggema-gema ke seluruh penjuru dunia sampai akhir hayat nanti. Akhirnya mereka kembali tertawa juga!
****
Sepeninggal Pak Rahardjo, ketakwaan keluarganya semakin bertambah. Mereka akhirnya mengenal dasar-dasar hukum Islam seperti Rukun Islam dan juga Rukun Iman. Pesan dari kematian Pak Rahardjo adalah agar Bunda Indah dan Laila bisa menjadi Islam sepenuhnya dna mengerti arti Islam yang sesungguhnya.
TAMAT
No comments:
Post a Comment